Minggu, 21 Oktober 2007

Makna Rohmat Allah SWT Dalam Keluarga

Renungan Hari Keempat

MAKNA ROHMAT ALLAH SWT DALAM KELUARGA
~ Ust. H. Ir. Anom Wiratnoyo, MM. bin Sutardjo ~

Allah SWT berfirman (QS 30:21) :
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir

Kehidupan suami-istri dalam pernikahan adalah rohmat Allah SWT. Dengan menikah dan membentuk keluarga Allah menjadikan ketentraman bagi suami atau istri. Allah membukakan jalan interaksi dalam bentuk kasih dan sayang. Jika ada hubungan kasih dan sayang, maka Allah pun akan menurunkan rohmat-Nya. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW :”Allah Ar-Rohman menyayangi orang-orang yang saling berkasih-sayang. Maka saling berkasihsayang-lah di muka bumi, pasti akan mengasihimu yang di langit”.
Allah menjadikan syarat diturunkan rohmat-Nya melalui hubungan kasih sayang di antara hamba-Nya. Dan sungguh, tiada hubungan kasih sayang yang tulus dan mulia yang dapat menandingi hubungan di dalam keluarga, ayah-ibu dan anak. Tidak dalam hubungan dengan saudara dan kerabat. Tidak juga dalam hubungan tetangga. Jika hubungan dengan tetangga saja sudah menjadi ukuran iman seseorang, bagaimanakah pula hubungan di dalam keluarga?
Hubungan kasih sayang dalam keluarga menjadi semakin luas, karena Allah membukakan jalannya dengan bersatunya dua keluarga pihak suami dan istri. Juga dengan adanya anak keturunan yang banyak. Allah SWT berfirman (25:54), “Dan Dia yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu punya keturunan dan hubungan kekeluargaan, dan adalah Tuhanmu Maha Berkuasa”.
Pak Guru Umar yang melandaskan hubungan keluarganya dengan kasih sayang dan syukur kepada Allah menerima balasan berupa keleluasaan dalam mengatur keuangannya. Dia pun tidak pernah merasa kekurangan. Hubungan kasih sayang dengan istrinya mengalir dalam dirinya dan membentuk watak dan pribadinya yang sopan, ramah dan penuh perhatian. Cintanya pada anaknya yang sangat besar menggetarkan syaraf-syarat kepeduliannya. Tidak pernah dia berkata kasar di kelas. Tatapan matanya seakan menyentuh hati setiap muridnya. Memberi solusi dan semangat bahkan sebelum kata-katanya meluncur. Semua orang menyayangi, menghormati dan menghargainya. Cinta dan kasih-sayangnya di keluarga telah mengalir ke seluruh relung-relung hubungan dan pergaulannya yang lain.
Istri Pak Umar sebagaimana ibu-ibu yang lain bergaul dalam kelompok pengajian dan arisan. Teman-teman pergaulan merasakannya sebagai ibu yang sederhana, sopan dan menyenangkan. Tidak pernah menggunjing, menyinggung dan menyakiti hati orang lain. Sesekali ada ibu-ibu yang mengeluh kepadanya. Dengan penuh perhatian Bu Umar mendengarkan keluhan itu, dan mencoba memberi jalan keluar dengan cara yang sebaik-baiknya. Sikap seperti itu tidak mungkin muncul jika Bu Umar sering bertengkar dengan suaminya di rumah.
Begitu pula anak-anak Pak Umar. Dikenal sebagai murid yang pandai bergaul dan menyenangkan. Anak pertamanya, Ahmad, periang dan pandai bicara. Pak Umar sering mengajak keluarganya berdiskusi tentang apa saja. Mulai dari mengatur perabot rumah, mengurus tanaman di halaman, acara liburan, sampai jika ada masalah perilaku murid di sekolah. Semua dikerjakan dengan gembira dan ringan. Kebiasaan ini menjadikan Ahmad sering berinisiatif mengadakan program kelas. Dia selalu terpilih menjadi ketua kelas. Setiap memulai program selalu mengajak teman-temannya untuk bermusyawarah menentukan langkah-langkah yang harus diambil.
Adik perempuan Ahmad, Khodijah, pendiam. Tapi tidak menjadikannya dikucilkan dari pertemanan. Bicara hanya seperlunya. Ada dua kata yang sangat fasih diucapkannya. Yaitu “Terima kasih” dan “Maaf ya”. Setiap ada yang memberi, siapa pun, dalam bentuk apa pun, berapa pun dengan tangkas dan wajah tersenyum Khodijah berucap,”Terima kasih”. Pada kali lain jika merasa mengganggu atau menyinggung orang lain tanpa ragu meluncur dari mulutnya, “Aduh, maaf ya”. Di rumah baik Pak atau Bu Umar selalu berterima kasih atas kebaikan yang diterimanya. Dan menjadikannya kebiasaan keluarga yang luar biasa.
Pagi hari sebelum berangkat sekolah saja sampai 3 atau 5 kali mereka saling melemparkan ucapan terima kasih. Jika Khodijah mengambilkan kaos kaki untuk Pak Umar meluncur ucapan “Terima kasih” dari Pak Umar. Atau ketika Ahmad mengambil tissue dan meletakkannya di meja, serentak keluar ucapan “Terima kasih” dari Bu Umar dan Khodijah. Awalnya mereka saling mentertawakan. Tetapi Pak Umar terus membiasakannya. Keyakinannya mengatakan bahwa “Terima kasih” adalah bagian dari bersyukur. Kebiasaan berterima kasih akan mendidik dirinya dan keluarganya pandai bersyukur kepada Allah SWT. Setelah 3 bulan dibiasakan, tak seorang pun di rumah yang tertawa lagi. Bahkan jika ada yang tidak berterima kasih saat menerima kebaikan, langsung ditegur.
Minta maaf adalah bagian dari beristighfar. Begitu pikir Pak Umar. Suatu pagi sudah hampir pukul 06.00, Pak Umar tergesa-gesa ke pintu. Tanpa sengaja tas Khodijah yang tergantung di kursi tersenggol dan jatuh. “Aduh, maaf De ya, nggak sengaja”, ucapnya sambil mengambil tas dan mengembalikannya ke kursi. Pak Umar sangat terkesan dengan penjelasan Ustadz di pengajian tentang macam-macam dosa. Dosa kepada Allah, seperti lalai dalam sholat, akan segera diampuni dengan sekali istighfar asal tidak mengulanginya lagi. Tetapi dosa kepada sesama tidak akan diampuni oleh Allah sebelum meminta maaf dan diterima oleh yang bersangkutan. Mulai saat itu minta maaf menjadi kebiasaan di keluarga Pak Umar. Kebiasaan ini mendidik dirinya dan keluarganya menjadi peka akan perbuatan yang menyinggung orang lain dan segera meminta maaf.
Demikianlah hubungan penuh kasih sayang di keluarga menjadi sekolah pembentukan karakter dan kepribadian yang baik. Baik bagi ayah, ibu maupun anak-anak. Bahkan keluarga dengan kebiasaan kasih sayang yang kuat dapat pula menularkan kebiasaan baik kepada keluarga yang lain. Hampir semua karakter dasar seseorang dimulai pembelajarannya di keluarga. Karakter yang baik muncul dari keluarga dengan hubungan kasih sayang yang baik. Inilah makna utama rohmat Allah dalam keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah.
Rohmat Allah adalah segala sesuatu yang menjadikan kita mudah mengenal dan ma’rifat kepada Allah SWT. Segala sesuatu yang menjadikan kita mudah beribadah kepada Allah SWT. Allah telah menurunkan rohmat-Nya pada keluarga dalam wujud hubungan kasih sayang. Hubungan yang mendidik seluruh anggota keluarga cara berhubungan dengan orang lain berlandaskan kasih sayang. Kasih sayang adalah landasan yang menjadikan suksesnya hubungan. Di rumah, bertetangga, di kantor, di jalan, atau di mana pun. Puncak keberhasilan hubungan kasih sayang adalah ma’rifat dan kemauan untuk menjadikan seluruh hidup ini ibadah kepada Allah.
Pandangan Pak Bakri terus melekat pada istrinya yang sedang mempersiapkan hidangan sahur. Hatinya trenyuh melihat istrinya mengenakan daster lusuh. Dia berusaha mengingat kapan terakhir membelikan baju untuk istrinya. Sambil menghela nafas panjang, dia menyerah. Tak mampu lagi diingatnya. “Yaa Allah, bahkan ucapan terima kasih pun belum pernah aku sampaikan pada istriku. Betapa engkau telah mengirimkan orang yang mencintai dan mengurusku, tapi aku telah melalaikannya”. Air mata menetes dari matanya yang masih sembab. Teringat suatu saat dia pernah membentak istrinya, hanya karena hidangan makanan yang tidak sesuai dengan seleranya. “Yaa Allah, ajarilah aku bersyukur kepadamu melalui rasa syukurku kepada istriku”, bisiknya lirih. Disantapnya hidangan sahur sambil terus bersyukur kepada Allah. Ditatapnya istrinya, berharap istrinya dapat menangkap cahaya “Terima Kasih” dan “Permohonan Maaf” dalam pandangan matanya

MUTIARA HIKMAH :
1. Keluarga adalah rohmat Allah SWT., yaitu jalan atau sarana beribadah untuk dapat ma’rifat dan meraih keridloan Allah SWT
2. Jika kita mensyukurinya, yaitu menciptakan sakinah dan mawaddah di dalam keluarga, maka kita akan mendapatkan rohmat itu. Jika tidak, yaitu terjadi emosi dan interaksi yang negatif, maka laknatlah yang didapat. Na’udzubillah.
3. Oleh karena itu sekuat mungkin kita harus membangun keluarga kita menjadi sakinah mawaddah wa rohmah

1 komentar:

mastoeloez mengatakan...

memang... sekarang2 ini kita butuh tulisan2 yg menyejukkan... maju terus pak haji....Allahu Akbar!!!!