Minggu, 21 Oktober 2007

Jika Ingin Sukses Bersegeralah Menuju Maghrifoh Allah SWT

Renungan Hari Ke-11

JIKA INGIN SUKSES BERSEGERALAH
MENUJU MAGHFIROH ALLAH SWT
~ Ust. H. Ir. Anom Wiratnoyo, MM. bin Sutardjo ~

Allah SWT berfirman (QS 3:133) yang artinya :
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”

Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Hai manusia bertobatlah kalian kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya, sesungguhnya saya bertobat seratus kali setiap hari”

Pernahkah anda naik mobil? Saya yakin pernah. Sebagian bisa menyupir sendiri, sebagian hanya ikut saja. Pernahkah mengalami ketika sudah siap berangkat, transmisi sudah masuk gigi satu, gas pun diinjak, ternyata rem tangan belum dilepas? Bagaimana rasanya? Orang yang perasaannya sensitif akan terkejut, berteriak dan mungkin menggigit bibirnya. Pemilik mobil yang mengerti mesin dan mekanisme mobil akan tersentak dan terbayang kerusakan beberapa komponen. Kalau dia sendiri yang menyupir, dia hanya bisa menyesali berkepanjangan. Jika supir yang melakukannya, bisa jadi dampratan panjang yang keluar. Ada lagi pemilik yang terkejut sebentar, kemudian tenang lagi. Saya yakin pemilik ini tidak mengerti mekanisme kerja mobil. Atau mungkin dia terlalu kaya hanya untuk mengurusi kerusakan pada rem. Ada pula supir yang walaupun mengerti mekanisme mobil dia santai saja. Supir ini pasti sedang sendiri, dia pikir ini bukan mobilnya dan tidak ada pemiliknya yang melihat.
Gas berarti laju kecepatan ibadah kita menuju ridho Allah SWT. Rem tangan ibarat dosa yang menghambat laju ibadah. Bagaimana mungkin bisa berangkat ibadah, apalagi melaju dengan kencang, jika dosa masih melekat dan belum bertobat kepada Allah? Jadi dosa menghalangi seseorang untuk melaksanakan ibadah. Al-Imam Al-Ghozali dalam Kitab Minhajul Abidin menjelaskan bahwa dosa menghalangi ibadah pada dua tempat, yaitu : taufiq - hidayah dan diqobulnya ibadah. Taufiq dan hidayah dibutuhkan oleh manusia untuk mengerti bahwa dia harus beribadah kepada Allah, kemudian mau beribadah, mengerti jalan-jalannya, mau mengambil jalan yang terbaik, dan sangat berharap agar ibadahnya diterima. Karena setelah beribadah belum tentu diterima oleh Allah. Dosa yang masih melekat dan belum ditaubati akan menutup jalan diterimanya ibadah itu.
Malam ini malam kesebelas. Pak Bakri menyimak dengan baik pengajian Ustadz Sobar yang disampaikan sebelum tarawih. “Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT kita memasuki puluhan kedua Romadhon, yaitu puluhan maghfiroh Allah SWT. Allah SWT meluaskan maghfiroh-Nya seluas-luasnya. Barang siapa bertaubat dan memohon ampun kepada Allah pasti diterima taubatnya. Oleh karena itu bersegeralah menuju maghfiroh Allah dan menuju surganya yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.
Tak terasa bayangan pikiran Pak Bakri sampai pada peristiwa sholat yang sering ditundanya sambil tidak berjama’ah. Satu dua orang teman guru mengajaknya untuk sholat dzuhur berjama’ah di masjid sekolah tapi dia lebih memilih duduk di kantor sambil ngobrol atau sekedar meluruskan kaki. “Ya Allah, mengapa aku begitu. Sepertinya ada hawa yang menahanku untuk tidak sholat berjama’ah”. Pak Bakri tidak sadar bahwa ada kabut dosa yang menghalanginya. Dosa ‘emosional dan ringan tangan’ di rumah. Kabut dosa ini mengalir masuk ke dalam hatinya. Menyekat cahaya niat yang memancar untuk menyentuh tombol energi sholat. Jika beruntung cahaya niat ini cukup kuat menembus kabut penyekat. Masih cukup lurus untuk sampai ke tombol pengaktif energi sholat. Tentu dengan intensitas cahaya tidak sebesar jika tidak ada kabut penyekat. Jika cukup kuat untuk mengaktifkannya, maka Pak Bakri akan sholat dengan ogah-ogahan. Jika tidak cukup kuat maka dia akan menunda sholatnya.
Apakah Pak Bakri tidak mendapat hidayah dari Allah SWT untuk sholat dzuhur berjama’ah pada awal waktu? Dalam satu pengajian Pak Bakri pernah mendengar Ustadznya menyampaikan hadits Rasulullah SAW (HR Muslim) yang artinya, “Seandainya kalian melaksanakan sholat di rumah sebagai kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah, niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi, pasti kalian sesat. Aku benar-benar melihat di antara kita tidak ada yang meninggalkan sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafik yang benar-benar munafik. Sungguh pernah terjadi seorang laki-laki diantar ke masjid, ia terhuyung-huyung di antara dua orang, sampai ia diberdirikan dalam shaf”. Sampainya hadits ini kepada Pak Bakri adalah wujud cahaya hidayah Allah SWT. Hidayah Allah SWT senantiasa sampai kepada hambanya dalam wujud Al-Qur’an, Al-Hadits dan tanda-tanda kebesaran Allah lainnya. Jika kemudian Pak Bakri tetap tidak melaksanakan perintah dalam hadits itu, maka yakinlah ada kabut dosa yang membentuk sekat penghalang antara cahaya hidayah dengan hatinya. Allah SWT berfirman (QS 4:79) yang artinya, “Apa saja bentuk bencana yang menimpamu, maka itu adalah dari kesalahanmu sendiri”. Juga tidak bisa menimpakan kesalahan kepada setan atau siapa pun, sebagaimana firman Allah SWT (QS 14:22) bahwa syaitan berkata yang artinya, “Maka janganlah engkau menyalahkan kepadaku, tetapi salahkanlah dirimu sendiri”.
Akhirnya Pak Bakri melaksanakan sholat dzuhur pukul 13.00. Ketika sholat Pak Bakri berusaha untuk khusyu’. Cahaya khusyu’ yang aktif memancar lurus siap menyentuh tombol energi penghubung ibadah sholat dengan niat akhiratnya. Tiba-tiba merambat masuk kabut “makanan haram”. Membentuk sekat penghambat sampainya cahaya khusyu’ ke tombol energi penghubung di dalam hatinya. Cahaya khusyu’ masih mampu menembusnya. Tapi sinarnya sudah tidak sempurna lagi. Kadang-kadang sampai kadang-kadang tidak. Ketika cahaya ini sampai dia khusyu’. Ketika tidak sampai pikirannya pun menjadi liar. Bayangan-bayangan pengalaman yang tidak layak tiba-tiba muncul di tengah sholatnya. Semakin berusaha dihilangkan semakin banyak yang datang. Silih berganti tak terkendali.
Di suatu pertemuan di kampungnya Pak Bakri mendengar obrolan antar tetangga, “Heran, setiap sholat dari awal silih berganti bayang-bayang peristiwa dalam pikiranku. Mulai dari perjalanan di tol, loncat ke si fulan yang tertawa terbahak-bahak, sapu yang tergeletak di dapur, hutang yang belum dibayar, terus dan terus sampai akhir sholat. Bagaimana ya?”. Tetangganya yang lain dengan tertawa menjawab, “Ah biasa, aku juga begitu. Setiap aku lupa menyimpan sesuatu, sewaktu sholat langsung terbayang lagi tempat aku menyimpannya tadi. Ha – ha – ha”. Pembicaraan seperti ini menjadi topik yang sangat biasa di kalangan kebanyakan umat Islam. Bahkan di seluruh dunia. Karena sangat biasa maka tertanamlah dalam pola pikirnya bahwa keadaan sholat seperti itu adalah sesuatu yang wajar. Tidak pernah terlintas sedikit pun ada orang yang mampu khusyu’ sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT (QS 23:2). Jika pun ada dianggapnya mitos para wali dahulu, yang tidaklah mungkin dicapai olehnya. Sesungguhnyalah yang menghalanginya untuk khusyu’ adalah dosa yang masih melekat yang membantuk kabut di hatinya.
Kabut dosa menghalangi sampainya taufiq-hidayah ke dalam diri seseorang. Taufiq-hidayah senantiasa memancar dari Allah Ar-Rohman Ar-Rohim. Memancar bersama rohmat lain yang bersifat universal (rohmatan lil ‘alamin). Kabut dosa “musyrik” membentuk sekat hitam yang tebal dan kuat yang mencegah seluruh cahaya taufiq-hidayah. Pemilik kabut dosa ini akan menjadi kufur. Na’udzubillah. Dia tidak mengerti bahwa harus beribadah kepada Allah SWT. Dia berkata, “Saya beribadah dan punya tuhan juga. Tapi namanya bukan Allah SWT. Dan apa bedanya? Yang penting hati dan keyakinan saya mengatakan begitu. Tuhan inilah yang menciptakan saya dan harus saya ibadahi”. Orang seperti ini termasuk kafir (QS 23:117) dan akan mendapat adzab Allah (QS 26:213). Karena Hidayah Allah SWT dalam bentuk Al-Qur’an, Al-Hadits dan ayat-ayat Allah lainnya terpampang jelas di hadapannya, tapi dia tidak mau memandangnya.
Pak Bakri sudah berdiri di antara jama’ah tarawih di barisan pertama. Sungguh, hatinya sangat rindu untuk bisa sholat khusyu’. Rindu pula dia untuk sholat berjama’ah di awal waktu. Dari pengajian tadi dia faham bahwa dosanyalah yang menghalanginya selama ini. “Ya Allah, sungguh banyak dosa yang telah kuperbuat. Selama ini aku tidak menyadarinya. Kalau bukan karena rohmat-Mu aku tak akan mengetahuinya. Sebagaimana Engkau telah membukakan hatiku untuk menyadari dosa-dosaku, Ya Allah, bukakanlah hatiku untuk bersegera menuju maghfiroh-Mu dan menuju surga-Mu yang luasnya seluas langit dan bumi yang Engkau sediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Amin”.

MUTIARA HIKMAH :
1. Manusia sering tidak menyadari dosanya yang banyak. Yang diketahuinya adalah dia tidak pernah sholat awal waktu, tidak berjamaah dan tidak pernah bisa khusyu’ dalam sholatnya. Dan banyak lagi ibadah mahdhoh yang tidak bisa dikerjakannya dengan baik, seperti tidak sholat sunnah, tidak bisa tadarus Al-Qur’an dan sebagainya
2. Ternyata lemah bahkan terhalangnya dia beribadah kepada Allah SWT adalah tanda-tanda akan dosanya yang banyak
3. Agar manusia mau dan mampu rajin beribadah dan merasakan ni’matnya ibadah, tidak ada jalan lain kecuali membersihkan diri dan dosa-dosanya.

Tidak ada komentar: