Minggu, 21 Oktober 2007

Ayah dan Ibu adalah Bibit Keluarga Sakinah Mawaddah wa Rohmah

Renungan Hari Ketujuh

AYAH DAN IBU ADALAH BIBIT
KELUARGA SAKINAH MAWADDAH WA ROHMAH
~ Ust. H. Ir. Anom Wiratnoyo, MM. bin Sutardjo ~

Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”

Jika satu individu laki-laki dan satu individu perempuan mengikat diri dalam pernikahan, maka tumbuhlah satu pohon keluarga. Satu pohon yang tumbuh bersama pohon-pohon lain dalam satu lahan perkampungan, kota, atau negara. Masing-masing pohon akan berbuah. Kemudian menyebarkan dan menyemaikan buahnya menjadi bibit yang akan tumbuh menjadi pohon-pohon baru. Pohon-pohon baru yang diharapkan akan menjadi pohon-pohon yang lebih berkualitas. Pohon yang lebih kuat aqidahnya. Lebih kuat syari’at-ibadahnya. Lebih kuat akhlaqnya. Lebih mendalam ilmu tauhidnya. Lebih luas ilmu fiqihnya. Lebih mulia akhlaqnya. Lebih mampu menahan diri dari perbuatan ma’siyat, perbuatan dzolim, perbuatan menyakiti hati orang lain dan mengambil hak orang lain.
Pohon yang lebih baik dalam menyelesaikan urusan dan tantangan diniawinya. Lebih baik ilmu kedokterannya. Lebih baik ilmu disain dan konstruksi bangunannya. Lebih baik ilmu pertaniannya. Lebih baik ilmu peternakannya. Lebih baik ilmu manajemennya. Lebih baik ilmu akuntansinya. Lebih baik komunikasinya. Lebih baik hubungannya. Lebih baik politiknya. Lebih baik dalam menyebarkan kemanfaatannya bagi seluruh umat manusia. Bukankah Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi umat manusia”.
Mari kita renungkan dengan hati yang jernih serta pikiran yang cerdas dan terbuka. Bibit macam apa yang diperlukan untuk dapat memenuhi tujuan tersebut? Bibit macam apa yang dapat menghasilkan buah yang mendahulukan Allah dan Rasul-Nya lebih dari pada yang lain? Bibit macam apa yang dapat menghasilkan panen raya yang memberikan manfaat sebesar-besarnya dalam urusan dunia, besarnya dan meratanya?
Mari kita renungkan. Apakah saat menjadi calon mempelai kita menyadari bahwa kita harus menjadi bibit seperti itu? Kita memikirkan secara mendalam bagaimana caranya memenuhi kriteria bibit seperti itu? Benar-benar mau dan bersungguh-sungguh mencapai kualitas bibit seperti itu?
Malam itu, selepas tarawih dan witir, separuh jama’ah mulai bubar. Pak Bakri terlihat masih khusyu’ mengikuti do’a witir. Dari malam pertama Pak Bakri sudah mengikuti do’a witir, dan diteruskan dengan tadarusan. Romadlon tahun lalu dia ikut do’a witir tapi tadarusannya hanya ikut 5 kali. Ada perasaan tidak enak, karena bacaannya lambat dan tajwidnya tidak rapih. Malu rasanya. Apa lagi waktu gilirannya membaca suaranya mendadak serak dan bergetar. Tiba-tiba saja datangnya getaran itu. Entah dari mana. “Aneh juga. Aku adalah guru yang berpengalaman puluhan tahun. Tapi tadarusan suaranya gemetaran”, pikirnya.
Soal gemetaran ini Pak Bakri tidak sendirian. Ada dua jama’ah lainnya yang juga gemetaran. Seluruhnya yang ikut tadarusan ada 9 orang. Semuanya Bapak-bapak. Ibu-ibu biasanya mempunyai kelompok tadarusan sendiri pada waktu dluha. Masjid berukuran 15x15 m2 itu mampu menampung jama’ah 500 orang lebih. Jika sholat Jum’at jama’ah melimpah sampai ke terasnya. Buletin Jum’at yang dicetak 700 eksemplar selalu habis. Pada malam pertama tarawih di dalam masjid penuh. Sebagian teras terisi. Tapi tidak sepenuh Jum’atan. Jama’ah tarawih setengahnya diisi oleh Ibu-ibu. Jika dihitung jumlah Bapak-bapak semuanya 250 orang, berarti yang ikut tadarus hanya 1 dari 26 orang. Dari 9 orang yang ikut tadarus 3 orang terbilang lancar. Dengan anggapan bahwa yang tidak ikut tadarus itu alasannya karena tidak lancar, berarti Bapak-bapak yang lancar tadarus Al-Qur’an adalah 1 di antara 75 orang saja.
Keadaan Ibu-ibu pun tidak jauh berbeda. Yang hadir tadarusan, pada waktu dluha, sedikit lebih banyak yaitu 15 orang. Bandingkan dengan yang hadir pengajian yang mencapai 60 orang dan arisan yang mencapai 80 orang. Tadarusan Ibu-ibu lebih seru dibanding Bapak-bapak. Karena setiap bacaan yang salah dikomentari. Terkadang ada suara tawa di antara bacaan Al-Qur’an.
Perhitungan 1 orang yang lancar tadarus Al-Qur’an di antara 75 muslimin adalah perhitungan sangat kasar berdasarkan jumlah muslimin yang hadir sholat tarawih di masjid. Barapa jumlah muslimin yang tidak sholat tarawih di masjid, atau bahkan tidak tarawih sama sekali, tidak termasuk dalam perhitungan ini. Jika perkiraan yang tidak sholat tarawih di masjid sama dengan yang hadir di masjid, maka jumlah muslim yang lancar tadarusnya adalah 1 dari 150 muslimin. Kalau kita telusuri lagi jumlah muslim yang bisa mengartikan Al-Qur’an, maka angka perbandingan ini akan menjadi jauh lebih kecil lagi.
Al-Qur’an adalah sumber hukum dan sumber ilmu bagi umat Islam. Bahkan Al-Qur’an adalah way of life bagi muslimin. Al-Qur’an adalah sumber budayanya. Sumber cara berfikirnya. Sumber cara bersikapnya. Sumber kecenderungannya. Sumber kesenangannya. Sehingga seyogyanyalah seorang muslim itu menyenangi apa yang menjadi kesenangan yang di sebut dalam al-Qur’an. Dan membenci apa yang menjadi kebencian yang disebut dalam Al-Qur’an. Jika seorang muslim tidak bisa mengartikan Al-Qur’an, atau membacanya hanya sekali-sekali, bahkan tidak membacanya sama sekali, bagaimana mungkin seorang muslim akan merasa, berfikir, bersikap dan bertindak sebagai muslim?
Pada malam ke-7 biasanya jama’ah tarawih berkurang seperempatnya. Malam ke-15 sudah berkurang setengahnya. Malam likuran tidak sampai setengahnya yang tinggal. Begitulah gambaran ibadah sholat kaum muslimin. Berapa banyak umat Islam yang sholat tidak di awal waktu? Berapa banyak yang tidak sholat qobliyah dan ba’diyah. Berapa banyak yang tidak mengamalkan sholat sunnah lainnya, semisal sholat tahajud, dluha, hajat dan istikhoroh. Berapa banyak pula yang sholat hanya dalam bentuk rutinitas saja. Tidak memberikan dampak positif apa pun pada kehidupannya di luar sholat. Sehingga kita kenal istilah STMJ (Sholat Terus Ma’siyat Jalan). Na’udzubillah. Sedangkan Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”.
Bibit itu adalah kita. Seberapa besarkah kesungguhan kita menjadi bibit keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah. Sebagaimana do’a ajengan yang dipanjatkan pada saat pernikahan kita. Do’a yang kita amini dan diamini oleh seluruh yang hadir.
Romadlon ini tajwid Pak Bakri masih belum rapih. Suaranya pun masih gemetaran. Tapi dia sudah bertekad. Romadlon kali ini harus menjadi Romadlon yang berbeda. Romadlon yang lebih baik dari tahun lalu. Dia sering mengajar murid-murid kalau ingin terampil kuncinya hanya satu, yaitu sering diulang-ulang. “Kamu nggak ngerti juga ya. Biar bisa harus sering diulang. Kalau malas ya nggak akan bisa-bisa”, begitu kalimat yang sering diucapkannya di kelas. Anehnya, muridnya tidak pernah berubah dari kebiasaan malasnya. Sekarang Pak Bakri menyadari, bisa jadi itu karena dia mengucapkannya dengan nada penuh emosi. Dan pikirannya sudah buruk sangka bahwa murid-muridnya itu tidak akan pernah bisa berubah. “Astaghfirullah, banyak sekali perbuatan dzolimku selama ini”, katanya dalam hati. Sementara itu tadarus sudah siap dimulai. Pak Bakri yang berumur 48 tahun memompa semangatnya dan berfikir positif tentang dirinya, “Aku pasti bisa lancar tadarus Al-Qur’an. Kalau aku mulai sekarang, cepat atau lambat pasti bisa. Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini sehingga bisa cepat lancar, sebelum Kau utus Malaikat-Mu untuk menjemputku”. Tiba giliran Pak Bakri tadarus. Suaranya masih gemetar. “Teruskan! Sekarang kau malu! Kau akan lebih malu lagi kalau masih gemetaran di hadapan Allah!”, katanya dalam hati.

MUTIARA HIKMAH :
1. Ayah dan Ibu adalah bibit yang akan menumbuhkan keluarga sakinah, mawaddah dan rohmah
2. Keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah adalah keluarga yang dapat menurunkan generasi penerus yang kuat iman-taqwanya dan luas ilmu pengetahuan dan teknologinya
3. Oleh karena itu sebagai bibit Ayah dan Ibu harus mempersiapkan dan memberdayakan diri sesuai dengan visi dan misinya tersebut

Tidak ada komentar: